Sabtu, 05 Juli 2014

MENUJU PEMILU YANG ADIL, JUJUR DAN BERSIH

MENUJU PEMILU YANG ADIL, JUJUR, DAN BERSIH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.

B.     Rumusan Masalah
Agar makalah ini lebih tersusun rapi maka perlu dibuat suatu rumusan masalah sebagai acuan dalam penulisan makalah ini. Adapun rumusan masalahnya adalah
a.       Sosok yang muncul menjadi bakal calon presiden Indonesia 2014-2019
b.      Bagaimna kekuatan mesin politik dalam pemilu 2014





c. ISI
Kandidat-kandidat Calon Presiden (Capres) akan bertarung di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia berikutnya akan diselenggarakan pada tahun 2014. Ini akan menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia, dan bagi presiden yang terpilih akan mempunyai jabatan tersebut pada jangka waktu sampai lima tahun.
Berikut adalah kandidat-kandidat Capres untuk Pilpres 2014:
Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai GERINDRA
Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta

liki gambaran siapa gerangan yang akan berkuasa di negeri ini. Meskipun berpenduduk mayoritas muslim, namun dominasi kemengan partai abangan atau nasionalis tetap terjadi. Masyarakat yang mayoritas muslim tidak serta merta memilih partai yang berbasis keislaman.

Sebaliknya partai yang duduk di tiga teratas adalah partai nasionalis; PDI, Golkar dan Gerindra. PDIP nampaknya memiliki kesempatan besar kali ini untuk mengusung Jokowi sebagai presiden. Setelah diumumkan beberapa hari menjelang pencoblosan, Partai berlambang banteng ini mulai bergerilya mencari pendukung untuk pemenangan pemilu. Hasilnya PDI menurut hasil survey menduduki urutan pertama dengan perolehan suara mendekati 20 persen. Perolehan suara ini nampaknya masih sangat mengecewakan PDIP, pasalnya target perolehan mereka minimal adalah 25 persen.

Sementara itu, Partai Golkar nampaknya masih ada di hati masyarakat, meskipun partai ini sempat hampir pudar pasca kejatuhan Suharto, tetapi sampai pada pecoblosan 9 April 2014 Partai ini masih memiliki posisi yang sangat setrategis. Dengan perolehan suara yang lebih dari 10 persen, partai ini masih memiliki kekuatan dibandingkan dengan partai-partai islam lainnya. Itulah sebabnya partai ini dengan percaya diri sudah mengajukan ARB, Abu Rijal Bakri sebagai calon presiden.

Partai pendatang baru yang mendapat berkah pada pencoblosan kali ini adalah Gerindra. Partai baru ini langsung melejit berkat karisma Prabowo. Sistem komunikasi effectif yang digunakan partai ini nampaknya mampu mendongkrak elektablilitas partai ini hingga menjadi 3 besar. Meningkatnya pendapatan suara partai berlambang kepala garuda ini juga tidak lepas dari idealisme Prabowo yang nampaknya memang menjanjikan masyarakat Indonesia. Sebagai mantan Jendral Prabowo nampaknya mampu menggiring opini publik dengan pidato-pidatonya yang lantang dan tegas. Gagasan yang digaungkan oleh prabowo pun lebih jelas daripada calon lain. Jika dibandingkan dengan Jokowi yang meskipun medapat dukungan di berbagai lembaga survey, tetapi dari segi idealisme dan impian indonesia belum pernah terlihat.

Melihat peta politik pasca pencoblosan 9 April, nampaknya hanya ada tiga kekuatan besar yang sudah nampak di depan mata. Hal ini terutama jika dilihat dari perolehan suara partai. Jokowi representasi dari PDIP, ARB Golkar sedang Prabowo Gerindra. Dari tiga calon kuat ini nampaknya hanya Jokowi dan Prabowo yang akan mendominasi arus suara pada pemilihan presiden. Hal ini mengingat dua calon ini sampai saat ini belum ada celahnya. Berbeda halnya dengan ARB yang bakal mengalami keberatan di beberapa daerah mengingat ARB masih memiliki hutang pada rakyat Jawa Timur, khususnya masalah Lapindo yang sampai saat ini belum bisa diselesaikan.

Tiga arus besar yang sudah mendominasi percaturan bursa calon presiden itu nampaknya akan memudar jika partai-partai islam bersatu. Partai islam sebenarnya memiliki kekuatan strategis dalam bargaining politik di dalam memperebutkan kursi kekuasaan di negeri ini. Sayangnya, dalam beberapa kesempatan salah satu partai islam sudah menyatakan diri untuk tidak berkoalisi. Hal ini tentu akan menjadi masalah tersediri sehingga partai-partai islam yang seharusnya memiliki kekuatan sekitar 30an persen ini akan terbuang percuma.

Partai yang berbasis ke-islaman nampaknya memang akan sangat berat untuk melakukan koalisi mengingat mereka tidak memiliki tokoh central yang bisa menyatukan mereka. Jika saja mereka mau sebenarnya ada tokoh Jusuf Kala yang memiliki track record bersih. Tokoh ini lumayan memiliki kekuatan, meskipun secara politik dia tidak memiliki partai. Isu yang berkembang JK akan disandingkan dengan Jokowi nampaknya hanya sebuah isu belaka. Bisa jadi isu ini untuk memecah agar partai-partai Islam tidak bisa bersatu.

Melihat peta perpolitikan yang sedemikian kompleks, tidak ada satu partai pun yang melebihi 25 persen perolehan suara. kepemimpinan negeri ini akan di bawa pada dua kekuatan nasional yang berbeda. Jokowi merupakan representasi kepemimpinan yang santun dan sederhana sedang representasi kedua adalah Prabowo. Dua calon presiden ini nampaknya akan mengerucut menjadi kekuatan besar yang akan menjadi pilihan rakyat negeri ini.

Mengingat budaya ketimuran masih sangat kuat bercokol di dalam masyarakat kita. Rakyat Indonesia masih menggandrungi model kepemimpinan seperti Jokowi yang bisa mendamaikan mereka. Model kepemimpinan yang santun dan sederhana adalah pilihan mayoritas masyarakat negeri ini. Meskipun demikian model kepimpinan Jokowi bukanlah sebuah kepemimpinan yang ideal mengingat pembangunan nengeri ini membutuhkan terobosan-terobossan besar. Masih banyak masalah besar yang membutuhkan pemimpin yang visioner dan berani di dalam mengambil langkah penyelesaian masalah bangsa ini.


Idealnya, Prabowo memiliki potensi besar di dalam menyelesaikan persoalan di negeri ini. Prabowo memiliki ketegasan yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan riil bangsa ini. Meskipun Prabowo nampaknya akan menghadapi tantangan besar baik dari dalam maupun dari luar, terutama negara-negara yang merasa terancam kepentingannya dinegeri ini. Disamping itu rakyat juga belum terbiasa dengan model kepemimpinan yang visioner seperti Prabowo. Figur karismatik yang santun dan rendah hati nampaknya yang masih akan mendominasi model kepemimpinan yang dikehendaki rakyat negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar